DISWAY, Bone – Puluhan pedagang kaki lima yang saat ini memadati lokasi pembukaan MTQ ke 32 tingkat provinsi di stadoion Lapatau, Kabupaten Bone, mengeluhkan mahalnya upeti atau biaya sewa untuk berjualan di kawasan tersebut.
Bagi pedagang kaki lima, upeti tersebut tidak sebanding dengan pelaksanan MTQ yang hanya berlangsung selama 10 hari, dari 24 Juni hingga 3 Juli 2022. Waktu begitu singkat, namun sewa lokasi tempat di area stadion Lapatau cukup besar.
Pedagang kaki lima dibebankan pembayaran senilai Rp500 ribu untuk bisa menjual dan mangkal di lokasi diseputran GOR dan stadion. Mereka menilai jika hal itu sangat membebankan untuk ukuran usaha yang rata-rata hanya menjual minuman dingin dan snack ringan lainnya.
Seperti diungkapkan pedagang SA (minta diinisialkan karena takut diusir), bahwa adanya beban yang diharuskan untuk membayar sebagai upeti mangkal dinilainya sangat tinggi untuk ukuran dirinya.
” Seharusnya jangan diratakan pak pembayarannya. Karena kasihan kami yang hanya menjual seperti ini ( minuman dan makanan ringan) beda dengan mereka yang gorengan dan lainnya Pak, “keluhnya.
Bahkan para pedagang kaki lima mempertanyakan kemana upeti pembayaran itu nantinya. Alasannya lokasi yang ditempati untuk menjual dalam persiapan MTQ tersebut adalah lokasi milik pemerintah kabupaten Bone.
” Inikan lokasi pemerintah dan awalnya memang kami telah ditunjukkan oleh panitia untuk lokasi yang telah ditentukan dan kami kira itu tidak dibayar. Kalau untuk iuran lampu dan air kami maklumilah, ” ungkap AA, pedagang lainnya.
Selain itu l, keluhan juga dilontarkan kepada pihak even Organizer ( EO) pameran dalam pelaksanaa MTQ di kabupaten Bone yang relokasi di stadion Lapatau Bone. Sebab membebankan pembayaran senilai Rp3.5 juta per stand untuk peserta pameran.
Mereka menilai bahwa ada beberapa pihak memanfaatkan kesempatan pelaksanan MTQ di kabupaten Bone untuk meraup keuntungan di area atau lokasi milik pemerintah yang seharusnya menjadi lokasi yang tak perlu dibebankan pembayaran.
” Beda kalau lahan atau lokasi swasta yang kita gunakan. Ini kan masih area pemerintah kabupaten Bone, bolehlah tarif yang sewajarnya lah, ” pinta salah satu peserta yang enggan namanya dipublikasikan.***
(Subaer)