Oleh: Imelda Islamiyati (Ketua Korps PMII Puteri Cabang Kota Bandung)
Globalisasi dan kemajuan teknologi informasi menjadikan wilayah kedaulatan suatu Negara menjadi lebih abstrak. Intervensi negara terhadap isu-isu perempuan dalam aneka regulasi ibarat pedang bermata dua. Di satu sisi intervensi negara amat positif dalam menjamin hak-hak perempuan dalam kehidupan bernegara.
Namun, di lain sisi hadirnya negara juga tak lebih hanyalah kamuflase demi pencitraan suatu rezim politik. Faktanya, masalah yang dihadapi perempuan justru semakin kompleks dan menyadari adanya kompleksitas permasalahan yang terjadi.
Hari ini KOPRI berada ditengah -tengah arus moderrnisme yang semakin maju dan pesat, maka KOPRI pun harus mampu bertahan di tengah – tengah dan lebih maju mengikuti arus
tersebut. Tentu ini PR besar yang perlu disikapi secara komprehensif terkait fenomena permintaan pasar yang menggelembung kondisi ini membawa dampak yang sangat besar sesuai dengan perkembangan zaman dan peradaban terhadap perempuan.
Kemudian hambatan yang paling pokok terhadap perempuan dewasa inipun diantaranya seksualitas dan kecantikan yang secara objektif selalu dibicarakan masyarakat dewasa ini. Perempuan di eksploitasi seksualitasnya salah satunya melalui standar kecantikan lantas kemudian standar kecantikan ini pun menjadi pengontrol tubuh perempuan, dampak yang paling parah dari mitos kecantikan ini menyebabkan kaum muda hanya memikirkan kecantikannya saja, akhirnya berdampak bahwa perempuan mengalami krisis cara pandang yang luar biasa terhadap tubuhnya sendiri.
Para perempuan berlomba-lomba memutihkan kulit, melangsingkan tubuh dan lain sebagainya hanya untuk dikatakan masuk
dalam kreteria standar cantik. Kemudian patriarki dan kapitalisme mengehendaki standarisasi tubuh perempuan melalui hegemoni media masa, seperti iklan-iklan kecantikan di media, perempuan akhirnya
mengalami krisis identitas takut dan tidak percaya diri. Standarisasi kecantikan tersebut menyebabkan perempuan lupa bahwa cerdas juga cantik, pandai bergaul, ramah, humoris, berpendidikan tinggi dan mampu bekerja menuju perempuan berdaya itupun cantik. Kita lupa bahwa ada yang kalah penting dari
sekedar kulit luar yaitu nilai dan cara pandang perempuan itu sendiri.
Karenanya perempuan pergerakan lebih dari
sekedar cantik fisik yang dikehendaki para pemilik modal yang hanya mementingkan surplus atau nilai lebih dari keuntungan dan uang semata, Kita lebih dari itu. Terjadi kecenderungan dunia gerakan perempuan pasca rezim otoritarian justru melemah dan
terkesan project oriented.
Sehingga yang timbul kemudian ialah isu dan strategi antar gerakan perempuan yang
kurang membumi, tidak solid, rapuhnya solidaritas perempuan dalam membangun kekuatan lingkaran itu sendiri yang semakin terfragmentasi dengan permasalah internal secara individu yang sulit di selesaikan.
Strategi tersebut perlu direstorasi dan point inilah yang coba diurai dan dicarikan jalan keluarnya dalam covenning for change.
Gerakan perempuan menghadapi hambatan struktur sosial, politik, dan kekuasaan yang berwatak patriarki. Pada konteks ini gerakan perempuan kerap bergerak penuh dinamika naik turun bahkan dihancurkan.
Gerakan perempuan sejak kongres perempuan I tahun 1928 dan memuncak pada tahun 1990 –
an memberikan sejumlah rekaman pengalaman tersebut. Tak ayal isu, strategi, dan orientasi gerakannya juga
terus termodifikasi dan kerap berubah-ubah ketika bersinggungan dengan realitas kekuasaan. Di sinilah letak kesulitan mendefinisikan gerakan perempuan.
Sehingga, terlebih dahulu gerakan perempuan harus mengurai hambatan internal maupun eksternal guna menemukan jalan keluar menuju perubahan sosial yang berkeadilan gender. Berkaitan pula dengan Harlah ke-62 PMII kali ini dengan tagline “Transformasi Gerakan Merawat Peradaban.”
Maka sejatinya KOPRI sangat berpotensial untuk melakukan tranformasi menjadi gerakan
yang mendukung perjuangan dalam merawat peradaban menuju masyarakat yang berkesetaraan berkeadilan dan menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusia begitupun selaras dengan visi yang dianutnya. Gerakan gerakan yang muncul memang kadang memiliki kekuatan Human Resource yang kemudian
menjadi kiblat bagi gerakan perempuan di Indonesia ini.
Kondisi ini membuat KOPRI menjadi silau dan
minder sehingga lebih memilih untuk mengembangkan gerakan di wadah baru atau organisasi taktis lain nya. Nyatanya KOPRI memiliki peluang yang bisa memanejemen menjadi sebuah kekuatan yang sejajar bahkan
atas gerakan perempuan yang baru pada wacana gender yang muncul.
KOPRI merupakan bilik kanan jantung kaderisasi PMII yang fokus dari penguatan potensi kader perempuan disegala lini sektor, maka dalam kaderisasinya KOPRI selaras dengan agenda PMII itu sendiri agar seluruh kader putra putri ikut terlibat dalam setiap proses di PMII, tanpa meninggalkan gerakan Kolektif dalam meningkatkan potensi, kreadibilitas serta progresifitas kader perempuan melalui organisasi PMII
dan KOPRI menuju organisasi yang terus dinamis.
Begitu pula diera milenial ini yang dibutuhkan KOPRI adalah kesadaran. Kesadaran untuk ikut
andil dan berkontribusi memberikan perubahan terhadap lingkungan sosial. Disinilah peran KOPRI menjadi perantara untuk memberikan pendidikan serta pemahaman kepada perempuan agar sadar dan mempunyai pemikiran maju. Lantas dengan fenomena perempuan dalam konteks nasional serta
sinergitas gerakan KOPRI dalam berbagai tinjauan sosiologis-historis Perlu di tinjau ulang tantangan global yang lebih kompleks di era yang kontemporer, KOPRI menyikapi secara komprehensif terus menerus dalam berbagai tinjauan.
Teridentifikasi permasalahan kader-kader perempuan lagi-lagi fenomena kader
kader KOPRI masih sama semakin kian terkikis semakin naik struktur kepengurusan kader-kader KOPRI, termasuk pula kader-kader KOPRI yang terkontradiksikan dengan persoalan ekonomi atau peluang usaha yang menjanjikan untuk kesejahteraan hidup bahkan pergulatan antara individu perempuan dengan budaya yang terus mengakar antar relasi kuasa dan paham patriarkal.
Fenomena ini bukan saja secara alamiah lebih dari itu. Kemudian permasalahan penindasan perempuan pun terdiri dari hegemoni relasi kuasa yang semakin tidak tertahankan dalam konsep patriarki itu sendiri. Karenanya situasi sosial yang dimapankan oleh alat media komunikasi. Melihat fenomena tersebut bahwa salah satu kelemahan dari faktor penyebab
KOPRI kurang dapat mempertahankan kader-kadernya secara menyeluruh adalah menejemen dan konsolidasi organisasi yang lemah, kurang control secara penguatan basis ideologi faktor utama akhirnya berdampak bahwa kader perempuan tidak bertahan lama didalam organisasi.
Baik faktor dari penguatan gizi intelekual, kurangnya penguatan ideologisasi karena ketika sudah menemukan kader-kader ideologi akan memudahkan fungsionaris kader, dari penguatan ideologi disini adalah upaya yang dilakukan untuk menanamkan panggilan dan eksplorasi pemikiran yang berkaitan dengan ideologi yang kita anut yaitu islam Ahli Sunnah Wal Jamaah.
Bahwa metodologi berfikir Ahlisunnah Waljamaah masih memungkinkan dikembangkan untuk pemikiran KOPRI tentang kesetaraan gender yang terkait dengan pemerdayaan perempuan masyarakat secara
luas juga tentang hubungan Negara dan masyarakat. Bahwa warga KOPRI harus memahami agenda besar KOPRI yang membentuk kader Perempuan yang memahami Islam secara inklusif dan pluralis agar nantinya dapat membentuk masyarakat yang demokrastis berkeadilan gender.
Namun itu semua tidak lepas dari kemauan dan responsifitas kader karena pada dasarnya
hubungan timbal balik top-down dan bottom up antara Kopri PB PMII, Kopri PKC , dan KOPRI Cabang yang akan sangat menentukan keberlangsungan organisasi.
Bahasa sederhananya kader perempuan perlu saling
lebih ekstra menjaga komunikasi atau basis konsolidasi organisasi pengetahuan kedalam level kepengurusan, sehingga terjalin komunikasi dua arah. kemudian terkait kesadaran konsolidasi organisasi, konsolidasi pengetahuan merupakan kunci utama dalam memanejemen insitusi kopri yang
bermuara kepada perbaikan-perbaikan secara progres.
Karenanya konsolidasi yang intensif akan dapat menumbuhkan kepercayaan individu kader sehingga harapannya bisa memperkuat insitusi secara menyeluruh untuk terciptanya desain organisasi yang humanis fungsional rigid dalam setiap level kepengurusan.
Selanjutnya penguatan jaringan, salah satu modal utama terus meningkatkan bergainning position KOPRI secara insitusi maupun individu adalah membangun kepercayaan dari luar terhadap KOPRI untuk melakukan kerjasama bersama apapun bentuk dan orientasinya, bahwa ini menjadi suatu yang urgent
dengan adanya jaringan secara tidak langsung KOPRI telah melakukan opining buiding ke luar, meskipun pembangunan jaringan keluar tentu tidak begitu saja terjadi namun minimal bagaimana kita diakui diterima dan dipercaya keberadaannya untuk memberikan ide-ide pemikiran kita sehingga KOPRI tidak hanya
besar dirumah namun kecil diluar.
KOPRI dengan resource masa yang sangat banyak harus mampu menunjukan kelayakan untuk diperhitungkan diluar terlebih lagi dalam upaya transformasi wacana akan
menjadi kontra-produktif kemudian bila ternyata KOPRI dengan modal resource nya tidak mampu melakukan aksional apapun atau minimal ada sesuatu gerakan yang cukup menunjukan ciri khusus KOPRI
dibandingkan dengan organisasi lainya.
Selanjutnya sebagai organisasi kemasyarakatan pada perempuan KOPRI berusaha untuk melakukan gerakan moral yang dapat memberikan efek terhadap masyarakat. Khususnya perempuan dalam
memahami hak-hak dan kewajiban dalam masyarakat Negara. Profesionalitas kader perempuan yang perlu dibarengi dengan kepekaan respon sosial yang tinggi akan menjadi moral bagi KOPRI untuk memberdayakan masyarakat. Bahwasanya KOPRI mempunyai kepentingan yang lebih besar untuk akses terhadap segala
informasi dalam pengambilan keputusan karena perempuan sering kali dekat dengan persoalan keluarga dan masalah anak-anak sehingga seharusnya lebih mewakili banyak kepentingan masyarakat.
Oleh karena ini di momentum harlah 62 PMII Tahun ini KOPRI dituntut untuk memiliki kepekaan respon sosial dengan
ikut serta melakukan identifikasi keresahan di masyarakat dengan melakukan penguatan hak perempuan capaiannya adalah demokrasi masyarakat. Meskipun pandangan idealnya selama prolematika kehidupan perempuan masih melekat keberadaan KOPRI sebagai organisasi Ekstraparlementer yang turut mengawal isu-isu perempuan harus tetap ada dan menjadi garda terdepan sebagai penolong dan pelopor perubahan maka berbicara kopri bukan hanya berbicara perempuan saja sehingga dikonsepkan organisasi KOPRI adalah organisasi yang spesifik
berbicara perempuan, tapi juga dalam memperjuangkan kesetaraan dan penguatan potensi kader perempuan maka pemikiran perempuan KOPRI sudah mulai terbuka berbicara tentang persoalan kemanusiaan dan
peradaban segala problematika kehidupan yang ada di muka bumi ini.
Sejatinya peringatan Harlah ke 62 Tahun PMII ini juga dipandang sebagai momentum refleksi
yang bermuara pada perbaikan organisasi dalam merawat peradabannya termasuk pula sinergitas antara relasi KOPRI dengan PMII yang tidak perlu di perdebatkan kembali. Keduanya menyusun rencana
dalam keterlibatan aktif untuk membangun strategi pembangunan dari kemandirian berfikir yang ingin diimplementasikan oleh KOPRI itu adalah modal untuk berpartisipasi di seluruh sektor baik bidang sosial,
politik serta pembangunan perekonomian.
Sehingga kader kadernya mampu menjaga spirit perjuangan dan terus mentransformasikan kesadaran kritis yang berefek pada pembenahan dan pembentukan kualitas diri baik kader laki-laki dan kader perempuan untuk mensinergiskan selalu arah gerak kader PMII secara menyeluruh, yang diperbaiki mendasar adalah konsep sosialisasi gender.
Apabila konsep gender dipisah dari kerangka besar pengkaderan maka selamanya persoalan gender di dalam tubuh PMII tidak akan pernah beranjak pergi karena dua hal tersebut sangat berkaitan erat. Keduanya berbicara soal kader dan harapan organisasi terhadap kader
PMII maka momentum refleksi hari lahir ke 62 PMII ini perbaikan sistem kaderisasi PMII dan KOPRI secara menyeluruh yang diharapkan untuk menghidupkan dan mengelola mekanisme organisasi dan menempatkan
possisioning organisasi kedepanya.
Begitupun kader KOPRI dengan upaya kesadaran yang melekat agar
terus mampu meningkatkan sense of belonging dan sense of responsibility kader KOPRI dengan memakai system Multi level marketing untuk terus menjaga solidaritas kader perempuan membangun
kekuatan bersama. ***