Oleh: Dahlan Iskan
COVID selesai. Debat dimulai. Lusa. Antara Anwar Ibrahim dan perdana menteri yang ia jatuhkan: Najib Razak.
Saya bertemu Anwar Ibrahim kemarin. Di Kuala Lumpur. Hampir satu jam berbincang. Soal banyak hal.
Besoklah saya tulis.
Pun setelah ”Golkar” Malaysia kembali berkuasa. Politik di sini –naskah ini saya tulis di IKN Putra Jaya, Malaysia– belum juga stabil.
Untungnya –bagi yang berkuasa– oposisi juga tidak kunjung kuat lagi. Bahkan di Pemilu lokal barusan, Partai Keadilan Rakyat (PKR) kalah telak di Johor dan Melaka.
PKR yang menjadi inti koalisi Pakatan Harapan cepat lakukan evaluasi. Keputusannya: segera isi jabatan wakil ketua partai. Yang kosong sejak tahun 2020.
Yakni sejak Azmin Ali membelot ke Bersatu, lalu membelot lagi ke UMNO. Sekarang Azmin menjabat menteri ekonomi yang penting di pemerintahan UMNO jilid 2.
UMNO tumbang oleh gerakan reformasi. Puncaknya di Pemilu tahun 2018. Padahal UMNO telah berkuasa selama 60 tahun –dan karena itu disebut ”Golkar”-nya Malaysia.
Tapi berbeda dengan Golkar-nya Indonesia, UMNO hanya tersingkir tiga tahun. Dengan cepat UMNO bisa berkuasa kembali –lewat permainan karambol dua kali sentilan.
Itu diawali oleh Muhyiddin Yasin. Mantan tokoh ”Golkar” itu mengudeta Partai Pribumi Bersatu. Sebagai wakil, Muhyiddin menumbangkan Mahathir. Seperti Muhaimin menumbangkan Gus Dur dari PKB.
Kurang lebih begitu. Setelah menjadi ketua umum, Muhyiddin membawa partai keluar dari Pakatan Harapan.
Akibatnya koalisi ini kehilangan posisi mayoritas di parlemen. Mahathir pun mengundurkan diri dari jabatan perdana menteri.
Muhyiddin lantas menggandeng musuhnya, UMNO. Untuk bisa jadi perdana menteri. Dari segi kepemilikan kursi UMNO lebih layak. Tapi Muhyiddin yang harus jadi.
Alasannya: UMNO sangat jelek di mata rakyat. Penuh dengan skandal korupsi. Maka UMNO bisa menerima itu. Asal ikut berkuasa di pemerintahan.
Saat itulah Ketua UMNO Ahmad Zahid Hamidi mendatangi Perdana Menteri Muhyiddin. Sebagai sesama partai koalisi. “Ia minta agar saya mengintervensi lembaga hukum,” ujar Muhyiddin pekan lalu.
Zahid, yang fasih berbahasa Jawa itu, memang punya banyak kasus. Tidak kurang dari 43 perkara. Di masa UMNO berkuasa 60 tahun.
UMNO menolak tuduhan Muhyiddin itu. “Ia itu ibarat pepatah terjepit hendak di atas, terkurung hendak di luar”, ujar juru bicara UMNO tentang sikap Muhydidin. “Ketika UMNO pinjamkan mayoritas ia tidak hendak bunyi. Ia tidak ikhlas berkawan,” tambahnya.
Muhyiddin memang hanya sekitar satu tahun menjadi perdana menteri. UMNO, setelah melakukan konsolidasi, bisa menyingkirkan Muhyiddin.
Maka UMNO kembali penuh berkuasa. Pinter sekali: Muhyiddin tidak bisa keluar dari koalisi dengan UMNO. Ada perjanjiannya.
Di saat Muhyiddin kecewa itulah ia bongkar rahasia Ahmad Zahid: agar Muhyiddin campuri pengadilan.
Maka Anwar Ibrahim pun, kini 74 tahun, sebagai tokoh sentral reformasi, tidak sempat jadi perdana menteri. Padahal ia sudah punya gelar prime minister in waiting. Tinggal tunggu kapan Mahathir menyerahkan jabatan itu kepadanya.
Dulu pun begitu. Ketika Anwar masih muda. Ia sudah menjadi wakil perdana menterinya Mahathir.
Pun Mahathir sudah mendeklarasikan: Anwarlah calon penggantinya kelak. Baik sebagai ketua umum UMNO maupun sebagai perdana menteri.
Itu tidak pernah terjadi. Anwar ditangkap. Ia dituduh melakukan semburit.
Permusuhan hebat pun terjadi antar keduanya. Berpuluh tahun. Anwar masuk penjara. Sampai kelak, keduanya sama-sama memusuhi partai mereka sendiri: UMNO.
Gabungan dua tokoh ini pun berhasil menggulingkan Najib Razak nan UMNO. Tapi Anwar belum bisa jadi PM: kasusnya belum selesai.
Maka Mahathir-lah yang jadi perdana menteri lagi. Agar bisa mengusulkan pengampunan Anwar ke Raja Malaysia.
Sambil menunggu Anwar bisa menjadi anggota DPR. Syarat menjadi perdana menteri haruslah menjadi anggota DPR.
Semua terlaksana.
Pengampunan didapat.
Dapil juga didapat –seorang anggota DPR di Port Dickson rela mundur demi Anwar bisa ikut pemilu sela.
Anwar terpilih.
Mahathir belum segera menyerahkan jabatan. Anwar juga tidak terlalu mendesak. Sampai akhirnya Mahathir mundur –tanpa sempat memberi Anwar kesempatan jadi PM.
Ada dua macam debat minggu ini. Yang kedua adalah debat antar calon wakil ketua Partai Keadilan Rakyat. Yang kosong sejak Azmi membelot dulu.
Calon itu ada dua: Rafizi Ramli dan Saifuddin Nasution Ismail. Nama terakhir itu Anda sudah tahu: keturunan Batak Mandailing.
Azmi, 45 tahun, mantan sekjen. Nasution adalah Sekjen yang menggantikan Azmi. “Siapa pun yang terpilih tidak masalah,” ujar Anwar.
Apakah penurunan suara belakangan ini akibat jabatan itu kosong?
“Tidak. Di zaman Pak Mahathir, citra Pakatan Harapan sempat turun,” kata Anwar.
Mengapa begitu lama tidak diisi?
“Kalau waktu itu harus diisi, yang akan terpilih putri saya,” katanya. “Itu saya tidak mau,” tambahnya.
Sekarang ini istri Anwar sudah menjabat ketua umum. Ia tidak mau putrinya jadi wakil ketua umum.
Kebangkitan UMNO dimulai lewat sebuah kampanye slogan. Yakni saat Najib Razak diadili dalam perkara korupsi terbesar di dunia.
Pendukungnya menyambut Najib di luar pengadilan. Mereka meneriakkan “Boosku malu apa”. Maksudnya: ngapain malu.
Sejak itu moral UMNO naik. Kampanye slogan Bossku malu apa digencarkan.
Dulu Golkar belajar kekuasaan ke Mexico. Kini harus belajar ke UMNO. (*)