Diswaysulsel, Makassar – Sekretaris Provinsi Sulawesi Selatan, Abdul Hayat Gani ‘ikut terseret’ dalam kasus dugaan korupsi Bantuan Pengan Non Tunai (BPNT) dari Kementrian Sosial bagi masyarakat terdampak Pandemi Covid-19 di tahun 2020.
Meski dalam kasus ini belum ada tersangka, Abdul Hayat Gani tercatat sudah dua kali menjalani pemeriksaan dalam kasus tersebut sejak ditangani Penyidik Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Ditreskrimsus Polda Sulsel.
Pertama kali Abdul Hayat Gani diambil keterangannya oleh Polisi dalam kasus ini, pada Maret 2021 lalu. Kemudian yang teranyar, Abdul Hayat Gani kembali diperiksa Polisi, Jumat, 4 Februari 2022.
Dikonfirmasi perihal pemeriksaan di Ditreskrimsus Polda Sulsel, Abdul Hayat Gani memilih irit bicara alias bungkam.
“No komen dulu dinda, ” kata mantan Direktur Penanganan Fakir Miskin Wilayah III Kementerian Sosial itu, Sabtu, 5 Februari 2022.
Dikonfirmasi terpisah Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Sulsel, Kombes Pol Widoni Fedri membenarkan pemeriksaan Abdul Hayat Gani terkait dengan dugaan korupsi penyaluran BPNT di 24 kabupaten dan kota di Sulsel.
“Benar (Abdul Hayat Gani diperiksa),” singkat perwira tiga melati lulusan Akademi Kepolisian 1991 itu.
Disinggung soal pemeriksaan Abdul Hayat Gani, apakah hasil audit BPK – RI atas kasus dugaan korupsi penyaluran BPNT Sulsel telah terbit? Widoni Fedri enggan untuk merespon.
Sementara Kasubdit III Tipikor Ditreskrimsus Polda Sulsel, Kompol Fadli mengatakan, pemeriksaan terhadap Abdul Hayat Gani masih sebatas saksi dalam kasus tersebut.
Katanya, pejabat teras di lingkup Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan itu menjalani pemeriksaan, Jumat, 4 Februari 2022.
“Iya, dia diperiksa (hari) Jumat, ” kata Fadli melalui pesan singkat, Sabtu, 5 Februari 2022.
Fadli mengemukakan, keterangan Abdul Hayat Gani sebagai saksi untuk menguatkan bukti – bukti yang dimiliki penyidik Ditreskrimsus Polda Sulsel dalam mengungkap kasus tersebut, sembari menunggu hasil audit dari BPK-RI.
“(Audit BPK – RI, red) Belum keluar, (Abdul Hayat Gani) saksi, ” tandas Kompol Fadli.
Awal Mula
Diketahui, kasus dugaan korupsi BPNT yang menyeret nama Abdul Hayat Gani mulai bermuara ketika Majelis Pertimbangan Penyelesaian Kerugian Daerah (MP-PKD) Provinsi Sulsel menggelar sidang Tuntutan Perbendaharaan dan Tuntutan Ganti Rugi (TP-TGR), 21-22 Januari 2021 lalu.
Sidang tersebut merupakan tindaklanjut terkait adanya indikasi masalah terhadap anggaran BPNT yang diperuntukkan untuk masyarakat terdampak pandemi Covid-19 yang dikelola oleh Dinsos Sulsel.
Dalam sidang itu, MP-PKD menghadirkan mantan Kepala Bidang Perlindungan dan Jaminan Sosial (Linjamsos) Dinsos Provinsi Sulsel, Kasmin, sebagai saksi.
Dalam sidang, Kasmin membeberkan sejumlah fakta bahwa salah seorang anak buah Abdul Hayat Gani dititipkan sejumlah uang dari PT Rifat Sejahtera yang merupakan perusahaan rekanan atau supplier yang melakukan pengadaan paket bantuan Covid-19.
“Saya baru tahu ketika saya ditelpon temannya Pak Albar, namanya Pak Sandi. Saya diminta datang ke Hotel Grand Asia lantai 7, katanya ada uang titipan Albar Rp170 juta. Pak Albar itu kan anggotanya sekprov (Abdul Hayat Gani),” ungkap Kasmin dalam sidang kala itu.
Kasmin juga menyatakan jika saat itu dirinya menolak mengambil uang titipan Rp170 juta tersebut, dengan alasan dia mengetahui bahwa Sandi adalah rekanan untuk Bantuan Pangan Non Tunai kabupaten Bulukumba.
Namun, Kasmin diputuskan untuk dipecat dari jabatannya sebagai Kepala Bidang Linjamsos Dinsos Sulsel karena dituding menerima uang dari PT Rifat Sejahtera.
Meski Kasmin sendiri menyangkalnya dan mengaku sama sekali tak menerima uang dari rekanan pengadaan paket BPNT tersebut.
Kasmin tetap dianggap melanggar pasal dugaan tindak pidana gratifikasi.
Temuan
Sebelumnya, Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Sulsel, Kombes Pol Widoni Fedri mengemukakan, perkiraan kerugian negara mencapai Rp100 miliar lebih dalam penyaluran BPNT Kementrian Sosial untuk 24 kabupaten dan Kota di Sulsel tahun 2020.
“Itu baru perkiraan penyidik, nanti hasil dari BPK RI yang jelasnya,” kata Kombes Pol Widoni Fedri kepada wartawan di Mapolda Sulsel, Senin, 30 Agustus 2021 lalu.
Kata Widoni Fedri, pihaknya sudah melakukan penyelidikan terhadap kegiatan penyaluran BPNT Kemensos di empat kabupaten di Sulsel yang menjadi sampel.
Hasilnya, kata dia, ditemukan dugaan pelanggaran atau menyalahi pedoman umum pengadaan sembako bantuan yang ada.
Menurut Widoni Fedri, temuan tersebut terjadi di 20 kabupaten dan kota lainnya yang nantinya masuk dalam pengembangan penyidikan berikutnya.
“Hampir semua sama modusnya, rata-rata mereka merubah isi dari pedoman pengadaan sembako, misalnya, seharusnya yang tak ada ikan kaleng, tapi mereka adakan,” terang Widoni.
Kemudian, penyidikan khusus di empat kabupaten, seperti Kabupaten Sinjai, Bulukumba, Bantaeng dan Takalar, diperkirakan terjadi kerugian negara senilai Rp20 miliar lebih.
Kerugian itu ditimbulkan dari perbuatan pemotongan nilai barang sembako yang diberikan ke masyarakat terdampak pandemi virus corona (Covid-19).
“Terhitung dari total empat kabupaten yang jadi sampel penyidikan, menurut perkiraan penyidik tiap kabupaten itu kerugiannya ditaksir sekitar Rp3, 4 hingga Rp5 miliar,” imbuh Widoni kala itu. ***