MAKASSAR, DISWAYSULSEL – Transparansi pasangan calon Gubernur dan Wakil Gubernur Sulawesi Selatan (Sulsel) terhadap penggunaan dana kampanye patut disampaikan ke publik. Baik sumber dana maupun pengeluaran.
Pasalnya, kecurigaan publik semakin besar terhadap penggunaan dana kampanye tidak sesuai yang dilaporkan pasangan calon.
Apalagi isu bandar narkoba memodali salah satu calon Gubernur Sulawesi Selatan semakin menguat. Setelah mantan Sekretaris Kementerian BUMN, M. Said Didu, blak – blakan menyebut ada calon Gubernur dibekingi bandar narkoba.
Pengamat Ekonomi Universitas Muhammadiyah (Unismuh) Makassar, Sutardjo Tui mengatakan, meskipun secara kasat mata praktek money laundry ini cukup sulit dibuktikan, namun tak dapat dipungkiri sering terjadi di musim politik seperti sekarang.
“Kalau bicara benar adanya itu sulit, tapi terasa (money laundry) itu ada. Tapi apakah itu benar atau tidak benar itu urusan bagian Aparat Penegak Hukum. Biasa memang ada orang-orang kaya yang ingin menyumbang,” sebutnya kepada Harian Disway Sulsel, Jumat 15 November 2024.
Dari kacamata ekonomi, dia mengakui sebenarnya tindakan ini cukup membawa tren positif sebab cukup mendongkrak tingkat perekonomian. Kendati demikian, tindakan ini dari sudut pandang hukum tentu melanggar norma-norma hukum yang telah ditetapkan, sebab tindakan money laundry ini tidak akan jauh dari praktek money politic.
“Dengan adanya Pilkada begini, kemudian ada penyumbang itu lebih baik, dia punya sponsor, atau pencucian uang kah, bagi masyarakat Sulsel no problem karena itu urusan bagian hukum. Tapi bagi rakyat yang penting dapat duit, karena jumlah peredaran uang bertambah,” ungkapnya.
Dia mengatakan, sebenarnya di luar momentum Pilkada pun tindakan money laundry ini tetap saja marak dilakukan oleh berbagai oknum baik dari kalangan pengusaha, pejabat, ataupun orang yang masuk dalam dua golongan tersebut.
“Orang-orang korupsi itu kan uangnya disembunyikan, baik dalam bentuk real investment atau financial investment. Jangankan Pilkada, tidak Pilkada pun ada pencucian uang,” sebutnya.
Mengenai pernyataan Said Didu tentang dugaan ada calon gubernur yang dimodali oleh bandar narkoba, Sutardjo mengatakan pernyataan tersebut terlalu bersifat justifikasi. Seharusnya, jika Said Didu yakin terjadi hal seperti itu, maka sebaiknya dilaporkan ke pihak kepolisian.
“Kalau bagi saya, kalau dia tahu itu, lapor saja ke Polda. Dia kan mantan pejabat juga kan. Itu jadinya membuat suasana kurang bagus, apalagi cuma dua (paslon) begini kan. Jadi cuma dua kemungkinan, kalau bukan Andi Sudirman, ya Danny Pomanto,” terang Sutardjo.
KPU telah memberikan batasan maksimal sumbangan dana kampanye kepada paslon Pilgub Sulsel. Dimana semua sumbangan tersebut secara transparan terpantau melalui laporan sumbangan dana kampanye yang masuk pada rekening khusus dana kampanye. Semua itu tercakup dalam sebuah sistem KPU yakni Sistem Informasi Kampanye dan Dana Kampanye (SIKADEKA).
“Tetapi apakah dia bisa deteksi ke bawah, rasanya sulit untuk dideteksi. Kan biasanya ada uang-uang siluman, itu yang sulit untuk dideteksi sehingga sia-sia ketentuan (laporan dana kampanye) itu,” sebut Sutardjo.
Dia mengatakan, untuk meredam terjadinya ketidakjujuran dalam dana kampanye paslon ini, butuh adanya kebijakan pembatasan transaksi tunai. Hal ini tentu membutuhkan kebijakan dari banyak stakeholder terkait, namun ini akan efektif dalam melacak hulu dan hilir dana kampanye tersebut.
“Kalau dibatasi transaksi tunai, akan ketahuan misalnya 100 juta dari mana terus pindah ke mana dan seterusnya. Tapi pembuat ketentuan juga terlihat ragu melakukan pembatasan itu. Semua transaksi itu kan lewat perbankan, baik uang halal atau tidak halal,” jelasnya.
Lantas dengan adanya isu money laundry lewat sumbangan dana kampanye ini, bagaimana penyelenggara Pemilu menjaga transparansi laporan dana kampanye para kandidat Pemilihan Gubernur (Pilgub) Sulsel?
Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) juga turut mengambil peran dalam pengawasan alur sumbangan dana kampanye ini. Komisoner Bawaslu Sulsel, Alamsyah mengungkapkan bahwa pihaknya dalam pencegahan hal ini melakukan pengawasan Laporan Penerimaan Sumbangan Dana Kampanye (LPSDK) para paslon.
Di mana menurut regulasi, terdapat ambang batas maksimal sumbangan yang diterima oleh para paslon baik sumbangan dari pihak perseorangan dan lembaga swasta berbadan hukum.
“Terkait sumbangan jelas sekali itu untuk perseorangan 75 juta dan untuk badan swasta itu 750 juta. Bentuk pengawasannya, Bawaslu mengawasi semua item dana kampanye mulai dari pembukaan rekening sampai laporan akhir,” terangnya.
Selain Bawaslu, kata Alamsyah, juga nantinya ada Kantor Akuntan Publik (KAP) yang akan bertugas mengaudit perihal laporan sumbangan dana kampanye paslon ini. Dimana KAP akan memberi predikat patuh atau tidak patuh kepada paslon terkait pelaporan dana masuk dan realisasi pengeluarannya.
“Penilaian dari KAP ini ujung-ujungnya persoalan patuh atau tidak patuh nantinya. Sampai sekarang aturanya belum berubah. Tentu dana kampanye ini juga jadi perhatian kita (Bawaslu) karena tahapan tertentu nantinya paslon ini bisa kita tetapkan (melanggar) apabila tidak patuh dalam laporannya,” tutupnya.
Adapun perihal LPSDK ini, Komisi Pemilihan Umum (KPU) Sulsel telah resmi mengumumkan jumlah sumbangan para paslon Pilgub Sulsel setelah diberi batasan waktu pelaporan pada 24 Oktober yang lalu. Hal itu diungkapkan oleh Komisioner KPU Sulsel, Ahmad Adiwijaya.
“Sudah lama sejak 24 Oktober 2024 (paslon sudah melaporkan LPSDK). Dan sudah diumumkan di laman KPU Sulsel,” katanya saat dihubungi Harian Disway Sulsel, Minggu 4 November 2024.
Pada pengumuman KPU Sulsel yang bernomor surat 6061/PL.02.2.-Pu/73/2024 itu pasangan nomor urut 1, Mohammad Ramdhan ‘Danny’ Pomanto dan Azhar Arsyad tercatat memiliki dana sumbangan kampanye sebanyak Rp. 350.000.000 (Tiga Ratus Lima Puluh Juta Rupiah).
Sementara, pasangan Andi Sudirman – Fatmawati Rusdi memiliki angka yang fantastis, yakni Rp. 1.618.025.000 (Satu Miliar Enam Ratus Delapan Belas Juta Dua Puluh Lima Ribu Rupiah).
Angka tersebut adalah akumulasi dari sumbangan pribadi paslon sebanyak Rp 1.200.000.000 (Satu Miliar Dua Ratus Juta Rupiah), dan sumbangan berasal dari perseorangan sejumlah Rp 418.025.000 (Empat Ratus Delapan Belas Juta Dua Puluh Lima Ribu Rupiah). (Regent)